ivaa-online.org

Jemek Supardi

Jemek Supardi lahir di Pakem, Sleman DIY pada 14 Maret 1953. Dianggap sebagai Bapak Pantomim Indonesia. Namanya dikenal sebagai penampil pantomim yang menyuarakan ketimpangan sosial masyarakat. Ia telah menghasilkan banyak karya di berbagai medium pertunjukan antara lain di panggung pertunjukan, pasar, jalan, bahkan sampai kuburan. 

Ia merupakan penampil pantomim andal yang dimiliki Indonesia saat ini. Latar pendidikannya hanya lulus SMP, dan sempat mengenyam jurusan senirupa di Sekolah Menengah Senirupa Indonesia selama tiga bulan. Ia pernah bergabung di sejumlah kelompok teater seperti Teater Alam, Teater Boneka, dan Teater Dinasti. Ketika bersama Teater Dinasti, sekitar tahun 1977, lantaran ia kesulitan dalam menghafal naskah, akhirnya ia dipercaya mengurusi bidang artistik, seperti properti, make up, dan kostum. Menyadari kelemahannya itu, ia menekuni pantomim sebagai penyaluran hasrat berekspresinya. Keahlian berpantomim ia dapatkan sendiri secara otodidak. Menciptakan seni dalam bahasa gerak berdasarkan imajinasinya. Tidak ada figur yang memberi ilmu pantomin kepadanya. Ia hanya rajin menonton pentas pantomim dari luar negeri yang digelar di Yogykarta, termasuk pantomim Prancis, Marcel Marceau.

Sering berpantomim di tempat tak lazim, semisal di jalan, makampahlawan, kereta api, dan Rumah Sakit Jiwa Magelang. Ia setuju jika seniman terlibat dalam berbagai kegiatan dengan menampilkan kemampuannyalewat performance art. Selama lebih dari tiga dasawarsa ia berkesenian,banyak karya telah dilahirkannya. Karya seninya sering dibawakan secaratunggal dan kolektif oleh beberapa kelompok teater. Ia mementaskan antaralain Sketsa-sketsa Kecil (1979), Jemek dan Laboratorium (1984), Arwah PakWongso (1984), Adam dan Hawa (1986), Menanti di Stasiun (1992), Sekata Katkus du Fulus (1992), Kesaksian Udin (1997), Pak Jemek Pamit Pensiun (1997), Badutbadut Republik atau Badut-badut Politik (1998), 1000 Cermin Pak Jemek (2001), Air Mata Sang Budha (2007), Jemek Ngudarasa (2013), Pedhot (2019), dan masih banyak lagi. Karena pengabdiannya di bidang tersebut ia mendapat penghargaan Penghargaan seni dari Sultan Hamengku Buwono IX tahun 2016.